Posted in keluarga

…we are not in the same boat…

WE ARE NOT IN THE SAME BOAT …

I heard that we are all in the same boat, but it’s not like that. We are in the same storm, but not in the same boat. Your ship could be shipwrecked and mine might not be. Or vice versa.

For some, quarantine is optimal. A moment of reflection, of re-connection, easy in flip flops, with a cocktail or coffee. For others, this is a desperate financial & family crisis.

For some that live alone they’re facing endless loneliness. While for others it is peace, rest & time with their mother, father, sons & daughters.

With the $600 weekly increase in unemployment some are bringing in more money to their households than they were working. Others are working more hours for less money due to pay cuts or loss in sales.

Some were concerned about getting a certain candy for Easter while others were concerned if there would be enough bread, milk and eggs for the weekend.

Some want to go back to work because they don’t qualify for unemployment and are running out of money. Others want to kill those who break the quarantine.

Some are home spending 2-3 hours/day helping their child with online schooling while others are spending 2-3 hours/day to educate their children on top of a 10-12 hour workday.

Some have experienced the near death of the virus, some have already lost someone from it and some are not sure if their loved ones are going to make it. Others don’t believe this is a big deal.

Some have faith in God and expect miracles during this 2020. Others say the worst is yet to come.

So, friends, we are not in the same boat. We are going through a time when our perceptions and needs are completely different.

Each of us will emerge, in our own way, from this storm. It is very important to see beyond what is seen at first glance. Not just looking, actually seeing.

We are all on different ships during this storm experiencing a very different journey.

-Unknown author-

———————————————

KITA TIDAK BERADA DI KAPAL YANG SAMA …

Saya mendengar bahwa kita semua berada di kapal yang sama, tetapi tidak seperti itu. Kita berada di badai yang sama, tetapi tidak di kapal yang sama. Kapal Anda bisa karam dan kapal saya mungkin tidak. Atau sebaliknya.

Bagi sebagian orang, karantina adalah optimal. Saat untuk refleksi, kembali menjalin hubungan, nyaman pakai sandal jepit, dengan koktail atau kopi. Bagi yang lain, ini adalah krisis keuangan dan masa-masa menyedihkan bagi keluarga.

Untuk mereka yang hidup sendiri, mereka menghadapi kesepian tanpa akhir. Sementara untuk orang lain masa-masa ini berarti kedamaian, istirahat dan menghabiskan waktu bersama ibu, ayah, putra & putri mereka.

Dengan kenaikan $ 600 per minggu dalam pengangguran, beberapa orang dapat medatangkan uang lebih banyak daripada saat bekerja di kantor. Yang lain bekerja lebih lama dengan uang lebih sedikit karena pemotongan gaji atau kehilangan penjualan.

Beberapa orang khawatir tentang mendapatkan permen tertentu untuk Paskah, sementara yang lain khawatir jika akan ada cukup roti, susu, dan telur untuk akhir pekan.

Beberapa ingin kembali bekerja karena mereka khawatir menjadi pengangguran dan kehabisan uang. Yang lain ingin membunuh mereka yang melanggar karantina.

Beberapa rumah menghabiskan 2-3 jam / hari membantu anak mereka dengan sekolah online sementara yang lain menghabiskan 2-3 jam / hari untuk mendidik anak-anak mereka di atas 10-12 jam hari kerja.

Beberapa telah mengalami hampir mati karena virus ini, beberapa telah kehilangan seseorang karena virus dan beberapa tidak yakin apakah orang yang mereka cintai akan berhasil bertahan dari virus. Orang lain tidak percaya ini masalah besar.

Beberapa memiliki iman kepada Tuhan dan mengharapkan mukjizat selama tahun 2020 ini. Yang lain mengatakan yang terburuk belum datang.

Jadi, teman-teman, kita tidak berada di kapal yang sama. Kita sedang melalui masa ketika persepsi dan kebutuhan kita benar-benar berbeda.

Kita masing-masing akan keluar, dengan cara kita sendiri, dari badai ini. Sangat penting untuk melihat melampaui apa yang terlihat pada pandangan pertama. Bukan hanya melihat, namun benar-benar memperhatikan.

Kita semua berada di kapal yang berbeda selama badai ini mengalami perjalanan yang sangat berbeda.

-Penulis tidak dikenal-

Posted in keluarga

…COVID-19…

Postingan kali ini bakal lebih panjang dari biasanya. Bukan hanya untuk publik, namun untuk meninggalkan catatan bagi anak-anak saya khususnya.

Saat ini, dunia sedang mengalami sebuah sejarah baru. Sebuah pandemi sedang melanda dunia, namanya COVID-19, atau juga dikenal sebagai virus Corona.

Virus ini mulai mewabah di Wuhan, China sejak akhir tahun 2019. Makanya dinamakan/diberi identitas sebagai COVID-19, kayaknya maknanya CoV/Corona Virus yg terIDentifikasi di thn ’19 (2019).

Untuk Indonesia, kasus temuan pertama positif COVID-19 diumumkan Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3/2020). Masyarakat diminta waspada, tetapi tak perlu panik. Sejumlah upaya perlindungan diri bisa dilakukan untuk memperkecil risiko tertular.

Penularan virus corona penyebab COVID-19 salah satunya melalui droplet atau partikel kecil dari mulut (air liur) penderita yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.

07-05-24-5e61e83c7fe496283332560865501099.jpg
Kelompok orang yang rentan tertular

Sebagian penderita COVID-19 ada yang hanya mengalami gejala ringan. Bahkan, tak sedikit pula yang justru tidak mengalami gejala sama sekali walaupun sudah positif terinfeksi virus corona.

Akan tetapi, pada beberapa orang, COVID-19 cenderung dapat menimbulkan gejala dan komplikasi penyakit yang lebih berat. Kelompok tersebut diketahui lebih rentan terinfeksi virus corona. Mereka adalah:

1. Orang lanjut usia / lansia, karena sistem imunitas mereka tak lagi sebaik orang-orang muda.

2. Orang dengan riwayat penyakit tertentu seperti diabetes, infeksi pernapasan akut, asma, penyakit jantung, hipertensi, kanker, serta kondisi medis lainnya yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

3. Tenaga medis di rumah sakit, karena mereka bersinggungan langsung dengan pasien. Mengingat risikonya sangat tinggi, para tenaga medis perlu menerapkan prosedur, protokol, dan penggunaan alat pelindung diri (APD) tertentu guna mencegah penularan virus corona. 

4. Anak-anak, karena sistem imunitasnya mungkin ada yg masih belum terbentuk sempurna.

Situasi ini ‘memaksa’ seluruh penduduk dunia untuk memasuki masa-masa yang belum pernah dialami sebelumnya. Bagi penduduk Indonesia, masa-masa ini bahkan lebih berat daripada masa-masa krisis moneter/krismon di tahun 1998 karena kita sedang menghadapi musuh yang tak terlihat kasat mata, dan periode krisisnya lebih panjang bahkan belum bisa diprediksi kapan akan berakhir.

Beberapa keadaan yang terpaksa dilakukan:

1. Lockdown. Beberapa tempat di belahan dunia melakukan sistem ini untuk berusaha mengendalikan penyebaran virus. Akibatnya, beberapa tempat seperti kota mati. Tidak ada aktivitas sama sekali di seluruh tempat publik.

2. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahasa kerennya, Social Distancing dan Physical Distancing. Di Indonesia, sistem ini yang diberlakukan. Aktivitas di ruang publik masih bisa dilakukan dengan pembatasan jumlah orang dalam kerumunan

3. Belajar Dari Rumah. Anak-anak terpaksa belajar dari rumah karena tidak boleh ada kegiatan di gedung sekolah. Akhirnya kita semua, orangtua-murid-guru lebih ‘melek digital’, belajar mempergunakan fasilitas internet lebih mendalam.

4. Work From Home/WFH/Bekerja dari rumah. Tidak jauh berbeda dengan anak-anak, orangtua pun harus berpikir tentang melakukan pekerjaan dari rumah. Menggunakan fasilitas internet dan kurir pengantar.

Yes, segala doa kita panjatkan supaya kita semua bisa keluar bersama-sama dari badai COVID-19 yang mengerikan ini. Mengerikan dari segala bidang.

Saat tulisan ini dibuat, kondisi kami sekeluarga dalam keadaan sehat. Ada sih sedikit gangguan kesehatan yang cukup serius untuk diperhatikan, namun nggak seserius COVID-19, masih bisa diatasi.

Jadi, anak-anakku, Eben Ezer. Sampai di sini Tuhan menolong kita, dan akan selalu menjadi sumber pertolongan bagi kita. Allah Immanuel kita selalu bersama kita.

Stay healthy,

-bu unggul-